14/10/09

Gaji Lu Berape?

Seorang teman siang tadi bercerita:

“Gua kemaren ketemu temen gua yang kerja di sebuah Lembaga Pendidikan Tinggi. Gajinya udah masuk golongan 2A. Belum termasuk tunjangan dan fasilitas lain karena dia udah kerja lebih dari 5 tahun. Waktu ketemu gua itu, mukanya kusut banget deh. Setelah gua ajak ngopi, keluar deh cerita dari dia. Rupanya dia nggak puas dengan apa yang dia dapet sekarang. Padahal, gajinya dia itu separo dari gaji gua sekarang. Apalagi sekarang tempatnya kerja punya kebijakan yang nggak terlalu menguntungkan seperti dulu. Pokoknya dia termasuk pegawai yang dapet enaknya deh… Pas gua kasih tahu kalo gaji gua separo dia, sempet mikir juga sih. Tapi, ternyata dia ngeluh lagi kurang ini itu. Wah…, gua aja jujur ngiri denger jumlah penghasilannya, dia malah masih kurang mulu.”

Seorang teman lain beda ceritanya:

“Selama ini aku memang menjalani ini semua untuk sebuah misi kemanusiaan. Nggak perhitungan untung ruginya. Nggak ada paksaan apa pun, apakah ada kompensasi atau nggak. Tapi, apa salah kalau aku mulai memikirkan diri sendiri setelah sekian lama memberi diriku untuk pelayanan dan kegiatan sosial? Apa nggak boleh aku mendapat penghidupan yang lebih layak dari sekarang? Ya, kalo dari hasil misi itu bisa menjamin kehidupanku selanjutnya sih, nggak pa-pa. Tapi, kalau enggak?....”
Saya kenal seorang adik di Lampung bekerja di sebuah Farmasi.
Jam kerjanya memang nggak terlalu jelas. Bisa masuk jam 10.00, pulang jam 19.00. Atau masuk jam 14.00, pulang bisa jam 24.00. Atau lebih heboh lagi, masuk jam 07.00 sampai jam 13.00, istirahat sebentar masuk lagi jam 16.00 pulang jam 24.00.
Ketika saya mengetahui hal itu, saya malah yang protes, kok ya mau kerja seberat itu. Adik saya itu hanya senyum-senyum. Saya kira karena ia dapat gaji yang tinggi atau tambahan uang lembur.
Ternyata, enggak tuh.
Saya sempet kaget ketika tahu gajinya tidak lebih dari sekitar Rp. 500.00,00.
Wow.
Hare gene dapat gaji segitu? Apa cukup?
Nyatanya cukup-cukup saja tuh. Dia masih bisa bayar kos, makan sehari-hari bahkan beli baju tiap bulannya. Ini bukan saja pengaruh biaya hidup yang cukup rendah di sana, tapi dia punya cara untuk mensiasati segala kebutuhannya itu.
Gimana cara? …. Saya belum sempat bertanya.
Pada saat manusia sudah masuk jenjang menerusi hidup dengan memperoleh pekerjaan (entah seperti yang dia inginkan atau tidak) dan mendapat hasil nyata dari apa yang dikerjakan berupa sejumlah nilai nominal rupiah, bisa jadi awalnya terasa cuku-cukup saja. Tapi, begitu sudah mulai diserang segala macam keperluan, baru deh kerasa bahwa apa yang didapat itu ternyata kurang.
Dalam kondisi seperti ini, ada beberapa hal yang biasanya dikerjakan: mengubah pola hidup, cari sambilan untuk tambahan, mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan atau nerimo tapi sambil ngumpat-ngumpat. (seperti cerita pertama)
Memang sih, kalau dipikir-pikir nggak ada yang cukup kok di dunia ini.
Mau dikasih berapa juga, adaaaaa aja yang membuatnya nggak cukup. Kayaknya, bisa tercukupi satu hal, adalagi hal lain yang harus dicukupi. Gitu terus…. Palagi cukup nggak cukup itu relatif banget buat masing-masing orang.
Maka bisa dimengerti kalau banyak disarankan untuk rajin menabung.
Saya pikir, bukan masalah gimana cara untuk mencukupi segala kebutuhan itu.
Masalahnya adalah bagaimana kita bisa menyiasati semua itu dengan bijak. Kita sendiri yang paling ngerti pos mana yang bisa ditekan, pos mana yang bisa ditunda/dikurangi atau bahkan dibuang. Banyak cara dan celah kok kalau kita memang mau melakukan hal itu. Nggak usah yang ribet-ribet. Yang sampe harus pake daftar atau membuat pemerintah campur tangan juga untuk memberi usulan-usulan. Yang sederhana dan sehari-hari bisa kita jalani saja.
Dengan begitu, berapa pun yang masuk ke kantong kita bisa tercukupi.
Tapi, lepas dari itu semua…, satu hal terpenting yang saya tarik dari banyak hal yang pernah saya lihat dan alami dengan hal ini adalah RASA BERSYUKUR.
Bersyukur bahwa masih diberi modal untuk menerusi hidup, segimana pun kita berhasil memanfaatkannya.
Bersyukur berapa pun kita mendapat rupiah.
Bersyukur bahwa ada orang-orang yang memberi rejeki kepada kita sebagai perpanjanganNya.
Dan, bersyukur bahwa kita lebih baik dibanding banyak manusia lain yang jauh hidupnya berkekurangan dari kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar